Sedangkan sebab-sebab yang dapat menghilangkan kerasnya qalbu juga ada beberapa:
1. Banyak Berzikir Kepada Allah Dengan Qalbu Dan Lisan Secara Beriringan
Al-Mu’allaa bin Ziyad berkata: “Sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata kepada Al-Hasan: “Wahai Abu Sa’id, aku hendak mengeluhkan padamu kekerasan qalbuku”. Al-Hasan berkata: “Dekatkan ia dengan dzikir’.”
Wahb bin Al-Wird berkata: “Kami timbang-timbang perkataan ini. Maka tidak ada sesuatu yang kami temukan lebih halus untuk qalbu dan lebih dapat mengantarkan kebenaran daripada membaca Al-Quran bagi orang yang mentadabburinya.”
Yahya bin Mu’adz dan Ibrahim Al-Khowash keduanya berkata: “Obat qalbu itu lima perkara: membaca Al-Quran dengan tafakkur, kosongnya perut, shalat malam, bermunajat kepada Allah menjelang subuh dan bermajlis dengan orang-orang shaleh.”
Dan dalil tentang menghilangkan kekerasan qalbu dengan dzikir adalah firman Allah:
الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” – QS Ar-Rad[13]:28
Dan firman Allah:
اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَاباً مُّتَشَابِهاً مَّثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang , gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah.” –QS Az-Zumar[39]:23
Dan firman Allah:
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka).” –QS Al-Hadid[57]:16
Dan dalam hadith Abdul Aziz bin Abi Rawwad secara mursal, dari Rasullullah SAW bersabda: “Sesungguhnya qalbu-qalbu ini berkarat sebagaimana berkaratnya besi.” Ada yang bertanya: “Lalu apakah yang bisa menghilangkan karat tersebut wahai Rasullllah?” Baginda menjawab: “Membaca kitab Allah dan banyak berzikir kepada-Nya.”
2. Berbuat Baik Kepada Anak-Anak Yatim Dan Orang-Orang Miskin
Ibnu Abid Dun-ya meriwayatkan: Ibnul Ja’d menceritakan kepada kami (dia berkata), Hammad bin Salamah menceritakan kepadaku, dari Abu ‘Imron Al-Jauniy, dari Abu Hurairah: Ada seorang laki-laki yang mengadukan kekerasan qalbunya kepada Rasullullah SAW. Lalu Baginda bersabda: “Kalau kamu ingin qalbumu menjadi lembut maka usaplah kepala anak yatim dan berilah makna orang-orang miskin.” Sanad hadis ini baik.
Lafaz ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Mahdi dari Hammad bin Salamah. Dan dia juga diriwayatkan oleh Ja’far bin Musafir (dia berkata): Mu`ammal menceritakan kepada kami (dia berkata), Hammad menceritakan kepada kami, dari Abu ‘Imron, dari Abdullah bin Ash-Shoomit, dari Abu Dzar, dari Rasullullah SAW. Dan sepertinya, ini tidak dihafal dari Hammad.
Lafaz ini juga diriwayatkan oleh Al-Jawzajaaniy (dia berkata): Muhammad bin Abdillah Ar-Roqqoosyiy menceritakan kepada kami (dia berkata), Ja’far menceritakan kepada kami (dia berkata), Abu ‘Imron Al-Jauniy menceritakan kepada kami secara mursal.
Inilah riwayat yang lebih tepat, karena Ja’far itu lebih hafal hadith Abu ‘Imron daripada Hammad bin Salamah.
Abu Nu’aim meriwayatkan dari jalan Abdurrozaq dari Ma’mar, dari seorang sahabatnya: bahwa Abu Ad-Darda` menulis surat kepada Salman: “Sayangilah anak yatim dan dekatkanlah ia kepadamu. Berilah ia makan dari makananmu karena sesungguhnya aku mendengar Rasullullah SAW bersabda - ketika beliau didatangi oleh seorang laki-laki yang mengeluhkan kekerasan qalbunya. - Dekatkanlah anak yatim kepadamu dan usaplah kepalanya serta berilah ia makan dari makananmu karena sesungguhnya itu akan melembutkan qalbumu dan membuatmu mampu memenuhi kebutuhanmu.”
Abu Nu’aim berkata: dan hadith ini juga diriwayatkan oleh Jabir dan Al-Muth’im bin Al-Miqdaam, dari Muhammad bin Waasi’ bahwa Abu Dardaa` menulis surat kepada Salman.. (seperti hadith di atas).
Abu Tholib menukil bahawa seorang laki-laki bertanya kepada Abu Abdillah –maksudnya Ahmad bin Hanbal–: “Bagaimanakah qalbuku bisa lembut?” Ahmad bin Hanbal berkata: “Masukilah tempat pemakaman dan usaplah kepala anak yatim.”
3. Banyak Mengingat Kematian
Ibnu Abid Dun-ya meriwayatkan dengan sanadnya, dari Mansur bin Abdirrohman, dari Shofiyyah dia berkata: Ada seorang wanita yang datang kepada Aisyah mengeluhkan kekerasaan qalbunya. Maka Aisyah RA berkata: “Perbanyaklah mengingat kematian maka qalbumu akan lembut dan engkau akan mendapatkan apa yang kau inginkan.” Shofiyyah berkata: “Maka wanita itu mengerjakan apa yang disarankan oleh Aisyah, dan ia pun merasakan hidayah dalam qalbunya. Ia pun datang kembali dan berterima kasih kepada Aisyah RA”.
Lebih dari seorang dari kalangan ulama Salaf -termasuk di antaranya Sa’id bin Jubair dan Robi’ bin Abu Rosyid- yang telah berkata: “Seandainya mengingat kematian itu lenyap dari qalbu kami walaupun sesaat saja, maka rusaklah qalbu kami.”
Dalam As-Sunan, dari Rasullullah SAW, bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan.” yaitu: Kematian.
Dan diriwayatkan secara mursal dari ‘Athoo` Al-Khuroosaaniy, dia berkata: “Rasullullah SAW melewati sebuah majlis yang dipenuhi gelak tawa, maka beliau berkata: “Seriuskanlah majlis kalian dengan mengingat pengeruh kenikmatan.” Para Sahabat berkata: “Apakah pengeruh kenikmatan itu wahai Rasullullah?” Baginda menjawab: “Kematian.”
4. Ziarah Kubur Dengan Memikirkan Keadaan Para Penghuninya Dan Tempat Kembali Mereka
Dan telah berlalu ucapan Imam Ahmad kepada orang yang bertanya kepadanya mengenai apa yang dapat melembutkan qalbu. Beliau berkata: “Masuklah ke tempat pemakaman.”
Dan telah shahih dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah, Rasullullah SAW bersabda: “Ziarahilah pekuburan, kerana itu akan mengingatkan kepada kematian.”
Dan dari Buraidah, sesungguhnya Rasullullah SAW bersabda: “Aku pernah melarang kalian dari menziarahi kuburan, maka (sekarang) ziarahilah karena itu mengingatkan kalian kepada akhirat.” – HR Ahmad & At-Tirmizi dan ia menshahihkannya
Dari Anas: Sesungguhnya Rasullullah SAW bersabda: “Aku pernah melarang kalian dari menziarahi kuburan. Kemudian telah nampak bagiku bahwa ia dapat melembutkan qalbu dan membuat air mata berlinang serta mengingatkan pada akhirat. Maka ziarahilah pemakaman tapi janganlah kalian mengatakan kata-kata keji (di dalamnya).” – HR Imam Ahmad & Ibnu Abid Dun-ya
Ibnu Abid Dun-ya menyebutkan, dari Muhammad bin Sholih At-Tammaar, dia berkata: Shofwan bin Salim pernah beberapa hari mendatangi pemakaman Al-Baqii`, dan ia melewatiku. Lalu aku mengikutinya pada suatu hari. Aku berkata: “Demi Allah aku akan melihat apa yang sedang ia kerjakan.” Dia berkata: “Maka Shofwan bin Salim menutupi kepalanya dan duduk di salah satu makam. Kemudian ia terus menangis sampai-sampai aku kasihan kepadanya.” Dia berkata: “Aku mengira bahwa itu adalah makam salah satu keluarganya.” Dia berkata: “Kemudian ia melewatiku suatu kali, maka aku kembali mengikutinya. Ia lalu duduk di samping makam yang lain. Dan ia melakukan apa yang kemarin ini dia lakukan. Maka aku menyebutkan hal ini kepada Muhammad bin Al-Munkadir. Dan aku katakan: Sungguh, aku mengira bahawa itu adalah makam salah satu keluarganya.” Muhammad berkata: “Semuanya itu adalah keluarganya dan saudara-saudaranya. Hanya saja dia itu adalah seorang yang qalbunya tersentuh dengan mengingat orang-orang yang sudah meninggal, setiap kali qalbunya dihinggapi kekerasan.” Dia berkata: “Kemudian Muhammad bin Al-Munkadir setelah itu melewatiku dan dia juga mendatangi pemakaman Al-Baqi`. Maka aku mengucapkan salam kepadanya suatu hari.” Dan dia berkata: “Pelajaran dari Shofwan itu tidak bermanfaat apa-apa untukmu”. Dia berkata: “Aku mengira bahawa dia telah mengambil manfaat dari pelajaran yang pernah aku ceritakan padanya.”
Dan disebutkan pula bahawa seorang wanita tua yang sering beribadah, pernah seringkali mendatangi kuburan. Maka ia ditegur atas perbuatannya itu. Lalu ia berkata: “Sesungguhnya qalbu yang keras itu kalau sudah kasar, tidak ada yang dapat melembutkannya kecuali dengan melihat pemandangan keusangan. Dan sungguh aku mendatangi kuburan, dan seolah-olah aku melihat mereka telah keluar dari permukaan tanah. Lalu seakan aku melihat wajah-wajah yang berdebu itu dan tubuh-tubuh yang telah berubah itu. Juga kain-kain kafan yang kotor itu. Duhai betapa pemandangan itu sedemikian tidak menyenangkan hati mereka. Betapa kepahitan jiwa itu menjadi sebuah pelajaran dan rusaknya badan itu menjadi hal yang sangat berat.”
Ziyaad An Namiiriy berkata: “Tidaklah aku ingin untuk menangis melainkan aku hanya tinggal jalan saja.” Seorang laki-laki berkata padanya: “Bagaimana itu?”. Dia berkata: “Kalau aku menginginkannya (menangi), maka aku keluar menuju pemakaman. Lalu aku duduk di salah satu kuburan. Kemudian aku memikirkan keadaan mereka yang sudah hancur. Dan aku mengingat sisa waktu yang masih kita miliki.” Dia berkata: “Maka pada saat itulah keadaanku tersembunyi.”
Aku katakan, dan Allah-lah yang Maha Pemberi Taufiq:
Apakah di negeri kehancuran ini kau masih saja membangun
Sedang bukan untuk membangun kau diciptakan
Waktu tak menyisakan bagimu alasan
Ia telah menasihatimu tapi kau tak mendengarkan
Setiap saat ia selalu memanggil untuk berangkat
Dan mengabarkan bahawa kaulah yang ia maksudkan
Ia perdengarkan panggilan dan kau terus mengabaikan
Seakan-akan kau tak pernah mendengarkan
Kau tahu bahawa ia adalah perjalanan panjang
Namun kau lalai menyiapkan perbekalan
Kau tidur sedang sang pemangsa waktu terus mengintai di belakangmu
dan tak pernah tidur, bagaimana bisa kau masih lalai?
Cacat kehidupan dunia ini betapa banyaknya
Sedang engkau sudah terbiasa mencintainya
Hilang usia dalam permainan dan bersenang-senang
Kalau kau berakal tentu kau takkan berlengah-lengah
Maka setelah mati yang ada hanya neraka
Bagi yang maksiat dan syurga bagi yang taat
Dan kau tak mungkin berharap kembali ke dunia
Untuk melakukan kebajikan yang pernah kau tinggalkan
Hari itu, diriku lah yang pertama kausalahkan
Kerana telah melakukan seperti yang kau kerjakan
Duhai diriku, apakah masih saja berlumur maksiat
Setelah empat puluh enam tahun masa telah lewat
Kuharapkan panjang umurku sehingga
bisa kulihat bekal perjalanan yang telah tersedia
Wahai dahan masa muda yang bergoyang penuh kesegaran
Telah berlalu waktu dan seakan kini kau beruban
Kau telah tahu, maka tinggalkanlah jalan kebodohan
Hati-hatilah dengan panggilan itu, sedang kau tak beramal
Wahai yang menghimpun harta, padaku tolong katakan
Apakah yang kau tumpuk bisa mencegahmu dari kematian
Wahai yang mencari pengaruh dan kekuasaan
agar perintahnya selalu dipatuhi oleh bawahan
Kau bersorak ke tahta tanpa kau pedulikan
kau seorang yang zalim ataukah yang berkeadilan
Tidakkah kau tahu bahawa pada saat ia kau raih
Sungguh, sebenarnya tanpa pisau kau sedang disembelih
Kesenangan pada saat kau diangkat menjadi penguasa
Takkan menggantikan kesedihan pada saat kau diturunkan
Jangan tunda lagi kerana waktu adalah pedang
Kalau tak bisa kau manfaatkan maka kau telah menyia-nyiakan
Kau lihat waktu telah mengusangkan dahan pepohonan
Dan melipat semua kesenangan yang pernah kau siarkan
Kau tahu sungguh dunia itu hanya mimpi belaka
Yang paling indah kau rasakan tiba-tiba hilang saat terjaga
Maka bagaimana kau terhalang meraih yang abadi
Dan dengan yang fana serta hiasannya kau dibuat sibuk
Itulah dunia yang kalau sehari menyenangkanmu
Ia akan membuatmu susah lebih lama dari hari senangmu
Ia menipumu bak fatamorgana, kau jalan kepadanya
Tanpa kau sedari bahawa kau telah terpedaya
Saksikan berapa banyak ia menghancurkan yang dicinta
Tapi kau bersikap seolah kau takkan tertimpa apa-apa
Kau kubur mereka dan pulang dengan penuh kegembiraan
Atas warisan dan perkebunan yang kau dapatkan
Dan kau lupakan mereka sedang esok kau pun kan fana
Seolah kau tak pernah tercipta dan tak pernah ada
Kau bercerita tentang mereka dan kau berkata: mereka sudah tak ada
Ya, mereka sudah tak ada, demi Allah, seperti kau pun dulu tak ada
Mereka kini jadi ceritamu, sedang esok kau yang jadi tinggal cerita
untuk orang lain, maka berbuat baiklah sekuat tenaga
Setelah mati, orang hanya tinggal jadi kenangan
Maka jadilah orang yang baik saat dikenang
Tentang sang paman yang telah tiada, tanyakan waktu
Dan tentang sang raja, dengan pertanyaan yang telah kau tahu
Bukankah kau lihat rumah mereka kini tak berpenghuni
Dan segala yang kau kenal, kini kau ingkari
Dan di antaranya: memandangi negeri orang-orang yang hancur,
dan mengambil ibrah dari jejak-jejak orang terdahulu.
Ibnu Abid Dun-ya meriwayatkan dalam kitab “At-Tafakkur Wal I’tibaar”, dengan sanadnya dari Umar bin Saliim Al-Baahiliy, dari Abul Waliid, bahwa dia berkata: “Ibnu Umar dulu kalau ia hendak menata qalbunya, ia mendatangi bangunan yang telah hancur, kemudian ia berdiri di pintu bangunan tersebut. Lalu ia berseru dengan suara sedih dan berkata: Kemanakah penghunimu? Kemudian ia merenung dan berkata: Segala sesuatunya akan hancur kecuali wajah-Nya.”
Ibnu Abid Dun-ya juga meriwayatkan dalam kitab “Al-Qubuur” dengan sanadnya, dari Muhammad bin Qudaamah, dia berkata: “Ar-Robii` bin Khutsaim dulu kalau ia merasakan kekerasan pada qalbunya, maka dia mendatangi rumah seorang temannya yang telah meninggal, pada malam hari. Lalu dia berseru: Wahai fulan bin fulan! Wahai fulan bin fulan! Kemudian dia berkata: Duhai, apa yang sudah kamu kerjakan dan apa yang sedang diperbuat kepadamu? Lalu dia menangis hingga bercucuran air matanya. Karena ia tahu bahwa dirinya akan seperti itu.”
5. Makan Makanan Yang Halal
Abu Nu’aim dan yang lainnya telah meriwayatkan, dari jalan Umar bin Sholih Ath-Thurthusiy, dia berkata: “Aku pergi bersama Yahya Al-Jalaa.” –dan ada yang mengatakan kalau dia adalah salah seorang Abdaal– ke Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal, lalu aku bertanya kepadanya. Dan pada saat itu ia bersama Buuroon dan Zuhair Al-Jammaal. Lalu aku berkata: “Semoga Allah merahmatimu wahai Abu Abdillah, dengan apakah qalbu itu menjadi lembut?” Maka ia memandangi sahabat-sahabatnya dan memberi isyarat dengan matanya. Kemudian dia menundukkan kepalanya lalu mengangkat kepalanya dan berkata: “Wahai anakku, dengan memakan makanan yang halal.”
Kemudian aku berpapasan dengan Abu Nashr Bisyr bin Al-Haarits sebagaimana biasanya. Maka aku katakan padanya: “Wahai Abu Nashr, dengan apakah qalbu itu menjadi lembut?” Dia berkata: “Ketahuilah bahawa dengan zikir kepada Allah, qalbu itu menjadi tenang.” Aku berkata: “Aku datang dari Abu Abdillah.” Ia berkata: “Apa yang Abu Abdillah katakan padamu?” Aku berkata: “Dengan memakan yang halal.” Dia berkata: “Dia telah menjawab dengan jawapan yang paling mendasar. Dia telah menjawab dengan yang paling mendasar.”
Lalu aku berpapasan dengan Abdul Wahab Al-Warrooq, dan aku berkata: “Wahai Abul Hasan, dengan apakah qalbu itu menjadi lembut?” Dia berkata: “Ketahuilah bahawa dengan zikir kepada Allah, qalbu itu menjadi tenang” Aku berkata: “Sungguh aku datang dari Abu Abdillah.” Maka merahlah pipinya kerana begitu senangnya. Dia berkata padaku: “Apa yang Abu Abdillah katakan?” Aku berkata: “Dengan memakan yang halal.” Dia berkata: “Dia telah menjawabmu dengan jawapan yang inti. Dia telah menjawabmu dengan yang inti. Hal mendasar ini adalah kesempurnaan hal mendasar yang ini.”
Sebahagian orang ada yang menyebutkan perkataan darinya: “Kau telah menukil sebuah ayat, tapi kau luput menjawab dengan yang lebih tepat.”
Segala puji hanya bagi Allah semata.
(Sumber: Risaalah Fii Dzammi Qoswatil Qolbi, karangan Ibnu Rajab Al-Hanbaliy)
No comments:
Post a Comment